Cerpen Muhammad Irsyad Al-djaelani

Romansa Melankolis Korelis

Romansa Melankolis Korelis
Ilustrasi.
Sore sekitar pukul tiga. Di sebuah bengkel yang letaknya tak jauh dari jalan pedestrian kota, wanita itu memberikan sebuah amplop kepada seorang montir. Kemudian pergi, dan menaiki sebuah taksi yang berhenti tepat di depannya.
 
***
 
Background 1
 
Lelaki berusia kurang lebih persis seperti usia saat Chairil Anwar meninggal itu menenteng soft case berisikan guitar di depan sebuah kedai kopi. Jarum jam di pergelangan tangan kirinya sudah menunjukkan pukul 00:00. Wajah gusar, mampu disembunyikannya di balik kepulan asap rokok yang dihisap laju seperti peluru para pemburu. Mencerminkan sikap ketidaksabaran menunggu kedatangan seseorang, dijatuhkannya batangan rokok yang baru separuh terbakar habis. Menginjak puntungnya dengan hentakan telapak sepatu yang begitu keras seperti sedang melampiaskan sebuah kekesalan. Kemudian, sebuah taksi membawanya meluncur meninggalkan kedai kopi itu.
 
Background 2
 
Di sebuah kamar hotel, seorang gadis tampak tergesa-gesa. Merogoh isi tasnya. Memastikan tidak ada yang ketinggalan. Gadis berusia sekitar 26-an itu berjalan dengan cepat meninggalkan kamarnya seraya menghubungi sebuah nomor yang tak kunjung menjawab panggilannya. Hingga di depan sebuah hotel, taksi membawanya meluncur meninggalkan hotel itu.
 
Dari kamar yang sama, seorang lelaki tua berusia sekitar 40-an menenggak bir. Separuh perut buncitnya beralaskan selimut hingga ke ujung kaki dan dalam keadaan dada yang telanjang. Matanya menuju ke arah jendela hotel yang menampilkan gemerlap dunia malam. Kota, malam itu, serupa iblis yang sedang tawar menawar usia dengan malaikat maut.
 
Background 3
 
Taksi berhenti tepat di depan pintu masuk sebuah hotel. Lelaki itu menitipkan soft case yang berisi guitar kepada petugas lobby. Menuju sebuah kamar di lantai empat, lelaki itu berjalan sangat terburu-buru menuju sebuah lift seperti sedang dikejar kutukan atau sedang memburu sebuah keberuntungan. Tepat di depan kamar yang dituju, tanpa permisi dia pun langsung membuka pintu. Seakan bukan sebagai tamu, melainkan kupu-kupu dengan rawan malu.
 
Background 1
 
Gadis berusia sekitar 26-an itu duduk sendirian di sebuah kedai kopi tanpa iringan pemain musik. Waktu sudah melewati pukul 00:00. Sudah saatnya kedai kopi hanya menghibur para pengunjung melalui nada yang mengalun dari sepasang speaker kecil menggantung di dua sudut ruangan. Sebotol bir dan rokok yang menemani kesendiriannya, tak juga mampu menyembunyikan raut wajahnya yang terlihat seperti sedang dihantui kecemasan. Wajahnya pasi seperti warna bir yang sedang bersetubuh dengan batu es.
 
 
Background 4
 
Di ujung lentik jari berkuteks merah pada tiap kukunya itu, tak henti-hentinya nyala merah yang menggerayang batang tembakau itu berjalan di hisapan bibir seorang wanita berlipstik menor. Dengan usia yang berkisar di angka 30-an, wanita itu masih tampak selalu merawat dan memperhatikan lekuk tubuhnya. Menghadap ke luar jendela dengan gaun tidur tipis berbahan sutera, berwarna pink, dan di pinggangnya melingkar ikatan yang tampak merenggang. Tiba-tiba seorang lelaki memeluknya dari belakang. Mencium bulu tipis di balik girai rambutnya yang berwarna agak kemerah-merahan. Memeluknya lebih erat lagi. Mencumbui bagian lehernya. Mereka bertarung hebat. Mengatur dan memaksa langkah berjalan ke arah ranjang dengan sentuhan dan ciuman yang penuh nafsu. Melepaskan pakaian satu per satu. Di bawah selimut, mereka serupa belut yang tersesat di lorong karang. Menggeliat dan mendesah. Kota pada malam itu, sedang memainkan satu adegan panas. Sepanas lantai neraka yang kausapu dengan telapak kakimu.
 
Ada sebuah benda berbentuk serbuk putih dalam bungkusan plastic kecil di dalam genggaman si lelaki, sesaat mereka berdebat selepas menuntaskan nafsu masing-masing. Dengan raut sedikit keresahan, lelaki itu pun pergi meninggalkan kamar. Wanita tersenyum, kemudian menuangkan bir ke dalam gelas pendek yang persis seukuran kaleng susu itu.
 
Background 1
 
Lelaki itu memasuki kedai kopi tanpa menenteng soft case berisikan guitar seperti yang biasa dilakukannya. Mungkin, karena kali ini dia mempunyai motif yang berbeda memasuki kedai kopi itu. Menemui seorang gadis cantik. Dengan sikap sedikit bercanda, sepersekian detik dia menutupi mata gadis cantik itu. Kemudian mereka saling tertawa, sesaat setelah si lelaki membuka tutupan tangannya di mata sang gadis. Si gadis tampak mencoba meminta maaf dan sesekali memeluk lengan si lelaki. Lelaki itu tersenyum. Namun, tampak tersirat di wajahnya dua hal yang berbeda; antara senyum bernada kesedihan atau senyum bahwasanya ia mengetahui si gadis sedang mencoba membohonginya. Jika kedua-duanya tepat, di satu sisi, si lelaki mengetahui apa yang dilakukan si gadis sebelumnya hingga akhirnya terlambat datang ke kedai kopi itu. Di sisi lainnya terlambat atau tidak, dia akan tetap menyelesaikan rencana awal meski raut kesedihan tampak tergambar di wajah kesalnya.
 
Waktu sudah melewati usia tengah malam. Kedai kopi itu hanya menyisakan mereka berdua dan para barista yang saling bercanda di ruang dapur. Mereka saling memeluk dan sedikit mencuri ciuman di bawah remang pencahayaan kedai kopi. Tangan si lelaki begitu nakal dan liar. Melakukan tamasya hingga ke bagian-bagian vital si gadis. Bahkan, hingga akhirnya ia berhasil meluncurkan serbuk putih dari kantong plastic kecil ke dalam gelas bir tenggakan sang gadis.
 
Background 2
 
Subuh pukul 05:16, ditemukan mayat seorang gadis dalam keadaan mulut dipenuhi busa di sebuah kamar hotel yang dihuni lelaki tua berusia sekitar 40-an. Pihak kepolisian menemukan si lelaki tua sedang tidur berdampingan dengan mayat itu.
 
 
Background 4
 
Subuh di hotel yang sama. Di lantai 4. Satu lantai lebih tinggi dari kamar yang dihuni oleh si lelaki tua berusia sekitar 40-an yang baru saja ditangkap itu. Kurang lebih pukul 05:30, pihak kepolisian menemukan seorang lelaki sedang kepanikan di dalamnya. Di atas tempat tidur, ditemukan seorang wanita mengenakan baju tidur berbahan sutra tipis berwarna pink dengan busa bertumpahan di mulutnya.
 
***
 
“Dari hasil penggeledahan yang Bapak perintahkan subuh tadi, saya mendapatkan beberapa barang bukti berupa pelindung kepala berbahan kain atau sejenis topeng dan serbuk putih setengah plastic kecil dari si lelaki yang terbukti sebagai tersangka,” ujar petugas kepolisian itu sembari menaruh beberapa bukti yang didapat di atas meja atasannya. “Kejadian subuh tadi hanya memakan satu korban nyawa, Pak. Itu terjadi pada gadis remaja yang usianya kira-kira 26-27. Sementara, wanita yang kami temukan di kamar lantai empat, sudah dilarikan ke rumah sakit. Karena pada saat kejadian, kami menemukan masih adanya degup jantung dari tubuh wanita tersebut. Laporan selesai, Pak,” sambungnya dengan gerakan hormat kepada atasannya yang duduk menyandar di kursi empuk berputar. Atasannya hanya mengangguk dan mempersilakannya pergi dengan sebuah senyuman yang menyimpan sebuah makna.
 
***
 
Seorang petugas cleaning service hotel tampak tersenyum bahagia ketika keluar dari sebuah kafe pada sore itu. Sekilas memperhatikan sekelilingnya untuk memastikan tidak ada yang melihat, sebuah amplop berwarna coklat tua dimasukkannya ke dalam jok motor lalu menguncinya rapat. Menyalakan motor dan berlalu meninggalkan kafe itu.
 
Sementara itu di dalam kafe.
 
“Sayang, jadi bagaimana tanggapan para dokter tentang buih yang berserakan di mulutmu?” Ujar seorang lelaki yang bekerja di kepolisian itu sambil mengelus-eluskan jarinya di tangan halus wanita cantik yang ada di hadapannya.
 
No think. Mereka berasumsi adanya campuran racun di dalam bir setelah mendapati mulutku penuh dengan buih. Padahal mereka tidak tahu, butuh guncangan yang hebat untuk menghasilkan buih sebanyak itu hahahaha.” Mereka tertawa lepas di tengah bisingnya suasana kafe. “Serbuk putih yang ada di tangan tersangka sudah cukup lah untuk menjadi bukti kalau aku memang seolah-olah akan diracuni,” sambungnya di sela-sela tertawa mereka.
 
“Oh ya, lelaki itu sudah ditahan.”
 
“Suamiku, maksudmu? Biarkan saja. Emang cuma dia yang bisa selingkuh. Lagipun, aku sangat inginmempunyai seorang anak. Sebentar lagi, seluruh hartanya akan menjadi milikku.” Wanita itu tampak begitu riang dengan ekspresi mengangkat kedua tangannya yang langsung disambut oleh sentuhan lembut si lelaki.
 
“Sayang, kapan….?”
 
“Sebentar…” Potong si lelaki. Tiba-tiba handphonenya bergetar tanda sebuah panggilan masuk. Lelaki itu mengangkatnya. Wajahnya seketika berubah tatkala mendengar suara yang ada di seberang telfon. Sepertinya, seseorang di sana sedang mengabarkan sesuatu yang buruk kepadanya. Kabar yang berasal dari sebuah rumah sakit di pusat kota. Kabar bahwa istrinya baru saja meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil yang dikendarai.
 
Dengan balutan lipstik merah yang menor, kepulan asap rokok itu berterbangan di udara dengan rekah yang sekejap lalu hilang. Di baliknya, seorang wanita tersenyum puas sambil menatap ke arah luar jendela kafe.
 
***
 
 
Muhammad Irsyad Al-djaelani, lahir di Minas, 24 April 1988.  Saat ini tengah aktif mengadakan acara Malam Puisi dan bergiat di Komunitas Paragraph di Pekanbaru. Beberapa puisinya pernah dimuat di Surat Kabar Riau Pos, Babel Pos dan termaktub dalam Buku Antologi Puisi ‘Bendera Putih Untuk Tuhan’ dan Pelabuhan Merah.
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri