Dinilai Sangat Parah, KPK Minta Media Kawal Korupsi di Riau

Dinilai Sangat Parah, KPK Minta Media Kawal Korupsi di Riau
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha dalam kegiatan lokakarya dengan sejumla
PEKANBARU - Pernyataan mengagetkan diucapkan Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha dalam pembukaan kegiatan lokakarya dengan sejumlah media di Pekanbaru, Selasa (17/5/2016).
 
Priharsa menilai, tingkat korupsi di Riau sudah sangat parah. Oleh sebab itu, ia meminta agar media bisa mengawal korupsi di Riau supaya persoalan ini bisa diminimalkan sekaligus menjadi tamparan dan introspeksi bagi semua pemangku kebijakan.
 
"Ada 20 perkara di Riau. Ini bisa dikatakan parah. Mulai dari level eksekutif dan legislatif sehingga Riau menjadi prioritas KPK. Makanya perlu dukungan media agar berhasil," katanya di sela lokakarya yang merupakan tindak lanjut rencana aksi anti korupsi pemerintah di Riau itu.
 
Dia mengatakan bahwa dalam hal pemberantasan butuh pengawalan media melalui fungsi kontrol. Media diminta mewartakan bahwa ada program besar di Riau untuk rencana aksi pemberantasan korupsi sehingga pembangunan terasa oleh masyarakat.
 
"Lokakarya ini mengundang pemateri yakni Imam Wahyudi dari Dewan Pers, Mantan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, juga Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers," lanjutnya.
 
Imam Wahyudi dalam penyampaiannya mengatakan bahwa media memiliki dosa akan terjadinya berbagai peristiwa. Dia contohkan seperti Timor Timur yang tiba-tiba saja merdeka, padahal sepertinya tidak ada masalah.
 
"Ketika dibuka pintu, Timtim lepas. Salah satunya karena dosa media karena seharusnya jadi mata dan telinga publik apa yang terjadi sebenarnya di Timtim," ujarnya.
 
Menurutnya pada saat itu media tidak berani memberitakan karena rezim orde baru juga. Pers Orba dulu hati-hati buat berita seperti berita demo karena tidak bisa buat sendiri, tapi harus pinjam mulut dulu misalnya dari DPR, kalau tidak bisa wajib lapor.
 
Sementara saat ini media sudah bebas sehingga harus sudah bisa terlebih dulu mengawal korupsi. Seperti halnya dengan kepala daerah yang melakukan korupsi. (max/ant)
 


Berita Lainnya

Index
Galeri