Soal Kebijakan Rokok, Jokowi dan Menperin Bertentangan

Soal Kebijakan Rokok, Jokowi dan Menperin Bertentangan
Ilustrasi.
JAKARTA - Peta jalan Kementerian Perindustrian tentang industri rokok dinilai bertentangan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo. Ekonom Emil Salim mempertanyakan arah kebijakan Menteri Perindustrian (Menperin) yang menargetkan pertumbuhan produksi rokok berkadar nikotin rendah atau jenis mild itu.
 
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63 Tahun 2015 memproyeksikan kenaikan produksi sigaret kretek mesin jenis mild naik dari 161,8 miliar batang pada 2015 menjadi 183,8 miliar batang pada 2016, hingga menjadi 306,2 miliar batang pada 2020. Laju peningkatan produksi tersebut adalah yang paling tajam dibandingkan rokok jenis lain, dan lebih tajam dari kenaikan total semua jenis rokok.
 
Kementerian Perindustian memproyeksikan kenaikan rokok dari 398,6 miliar batang pada 2015 menjadi 524,2 miliar batang pada 2020. Emil menjelaskan, peta jalan tersebut berlawanan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019 yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015.
 
Salah satu target pemerintah dalam RPJMN tersebut adalah menurunkan prevalensi merokok penduduk usia di bawah 18 tahun, dari 7,2 pada 2013 menjadi 5,3 pada 2019, yang mayoritas mengkonsumsi rokok jenis mild.
 
“Presiden ingin menurunkan prevalensi perokok muda, Menteri Perindustrian justru hantam perokok muda. Presiden berkata prevalensi usia rokok turun. Lalu keluar Permenperin, yang double, SKM, double. Mild ini sasarannya perokok muda. Jadi bertentangan,” kata Emil dalam workshop “Ekonomi Indonesia dalam Bahaya Rokok” yang digelar oleh Bisnis Indonesia Learning Center, Kamis, 14 April 2016.
 
Emil mengatakan penurunan konsumsi dan produksi rokok tidak akan berpengaruh signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rokok justru bisa menurunkan produksi penduduk Indonesia.
 
Data Riset Kesehatan Dasar menyatakan mayoritas penduduk Indonesia mulai merokok pada usia 15-19 tahun. Penduduk pada rentang usia tersebut naik dari 43,3 persen menjadi 55,4 persen. "Mereka mulai dengan rokok mild, light. Perusahaan rokok memiliki data yang sama. Saya berpikir ke arah pembangunan. Mereka melihat ini dari kacamata pemasaran,” kata Emil. (max/tmp)
 


Berita Lainnya

Index
Galeri