Oleh: Maulidan Rahman
TI, NOVEMBER 2015
Ti, kabut gelap khas Riau sudah hilang
langit kembali biru
burung-burung kembali pada rutinitas semula
menari dari rumah ke rumah
kau saja yang belum tampak
sampai bila kau sembunyi
dari puisi ke puisi
November, 2015
PUISIKU DI PUISIMU
katamu, setiap puisi akan menemukan jalannya masing-masing, dan memilih pembacanya sendiri. Keindahan sebuah puisi tak hanya terlihat dari manisnya diksi—katamu lagi. Terkadang kecantikan puisi juga lekat pada tubuh penulisnya. Puisi akan menemukan jalannya masing-masing. Kadang dinyayikan untuk menyuruh sepi pergi, kadang didiamkan untuk menyambut kenangan datang.
aku tersenyum manis, tipis,
tak usah malu-malu—katamu lagi.
Pariaman, 2014
MENCARI DIKSI
belum ada kata-kata yang tepat
bagi sebilah puisi
yang kutulis buat seorang kekasih
yang mati, jauh sebelum Izrail
memaksanya pulang
maka beginilah jadinya
puisi untuk seorang kekasih itu
Ketaping, 2015
Maulidan Rahman Siregar, lahir di Padang, Sumatera Barat, 03 Februari 1991. Menyelesaikan pendidikannya di IAIN Imam Bonjol Padang. Kini tinggal dan bekerja di Padang Pariaman. Puisinya disiarkan Singgalang, Padang Ekspres, DinamikaNews, Metro Riau, Harian Rakyat Sumbar, Buletin Jejak, Mata Banua, Ntbterkini.com, kabarindonesia.com, tulismenulis.com, DetakPekanbaru.com, Brikolase.com, TheOneRedaxi.com dan tarbijahislamijah.com