Menguak Makna Filosofis di Balik Sosok Khadijah

Menguak Makna Filosofis di Balik Sosok Khadijah
Ustazah Nella Lucky S.Fil.I.,M.Hum. (Foto: Istimewa)
Oleh: Ustazah Nella Lucky S.Fil.I.,M.Hum.
 
Siapa yang tidak kenal dengan Khadijah, beliau adalah istri pertama Rasulullah. Sebagaimana dikisahkan, ketika menikah dengan Khadijah, Rasul berumur 25 tahun dan Khadijah berumur 40 tahun. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah adalah janda. Ia adalah saudagar yang dermawan pada masanya.
 
Suatu saat Khadijah bermimpi bahwa ia bertemu dengan seorang laki-laki memakai sorban berwarna putih dan membelakangi beliau. Penasaran akan hal itu, lalu Khadijah pergi ke Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah sepupu Khadijah sekaligus ahli tabir mimpi pada masanya.
 
Khadijah berkata, "Wahai Waraqah, tadi malam aku bermimpi bahwa aku melihat seorang laki-laki memakai sorban dan membelakangi aku. Siapakah lelaki itu wahai Waraqah?" Waraqah berkata Ia adalah suamimu di masa datang, anak muda keturunan Bani Hasyim dan dari suku Quraisy." Khadijah senang karena sebentar lagi ia akan menemukan pujaan hati yang amat diharapkannya.
 
Ketika bertemu dengan Muhammad, Khadijah tahu bahwa ia adalah keturunan Bani Hasyim dan keturunan Quraisy. Namun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia minder ingin meminang Rasulullah. Keminderannya itu karena ia adalah janda berumur 40 tahun sementara Rasul adalah anak muda produktif di usia 25 tahun. Tak tahan karena kegelisahan hatinya, lalu Khadijah mengadu kepada Nafisah. Wahai Nafisah aku suka sekali dengan Muhammad. Lalu Nafisah berkata, "Mengapa engkau tak pinang saja dia?" Khadijah berkata, "Manalah mungkin Rasulullah mau dengan saya, wanita tua dan janda begini?" Lalu Nafisah berkata, "Aku akan temui Muhammad".
 
Pergilah Nafisah menemui Muhammad. Saat menemui Muhammad, Nafisah berkata, "Maukah engkah menerima pinangan seorang wanita yang beriman wahai Muhammad?" Tanpa ragu Muhammad berkata. "Jika ia baik menurutmu wahai Nafisah, ku terima pinangannya."
 
Sebelum kita ke kisah selanjutnya, ada beberapa makna filosofis yang dapat kita ambil dibalik kisah Khadijah.
 
Pertama, Khadijah adalah janda yang mulia. Di dalam Islam seorang jandapun mampu menjadi janda yang mulia dengan syarat ia dapat menjaga kehormatannya.
 
Kedua, ketika Khadijah akan menikah dengan Rasul, ia telah dipinang oleh beberapa orang saudagar kaya raya pada masanya, namun ia tetap memilih Rasulullah. Ini adalah sebuah bukti bahwa Khadijah tidak memilih hartawan dan rupawan, namun ia memilih laki-laki yang memiliki iman.
 
Ketiga, ternyata yang meminang adalah Khadijah. Di dalam Islam wanita boleh meminang kaum laki-laki jika ia menyukai karena Allah.
 
Keempat, ternyata Rasul lebih muda dibanding Khadijah. Artinya, jika pada zaman ini ada laki-laki yang lebih muda dibanding istri, tidaklah menjadi sebuah persoalan karena Rasul pernah membuktikannya.
 
Kelima, saat itu Khadijah jauh lebih sukses dibanding Rasulullah. Artinya jika pada zaman ini ada wanita yang lebih sukses dibanding suaminya, bukan pula sebuah persoalan karena pola hubungan seperti inipun telah dicontohkan oleh Rasulullah.
 
Kita lanjutkan.
 
Ketika ingin nikah dengan Khadijah, Rasul berkata, "Wahai calon Istriku, engkau adalah wanita yang kaya raya, dermawan, dihormati karena kekayaanmu. Jika engkau menikah dengan aku, bisa jadi hidupmu akan berubah, karena kebencian orang Qurays kepadaku. Wahai Istriku, ketika engkau menikah dengan aku, bisa jadi hartamu habis, anak-anakmu tidak aman. Apakah engkau yakin menikah dengan aku?"
 
Khadijah berkata dengan lantang, "Calon suamiku, akupun siap berhadapan dengan orang yang memusuhi Allah."
 
Lalu menikahlah Rasul dan Khadijah dengan beberapa orang anak, diantaranya Fatimah yang dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib dan Ruqayyah yang dinikahkan dengan Usman bin Affan. Artinya, Ali dan Usman adalah menantu sekaligus sahabat Rasulullah. Beberapa anaknya mati dibunuh dan disiksa oleh Kafir.
 
Suatu ketika Rasulullah ingin sekali melaksanakan Shalat Tahajjud namun ia berkata kepada Khadijah, "Wahai Khadijah, tadi malam aku ingin sekali melaksanakan Tahajjud tapi tidak bisa." Khadijah bertanya, "Kenapa tidak bisa wahai suamiku?" Rasul berkata, "Karena engkau tidurnya miring." 
 
Apa makna wahai sahabatku, ternyata setelah menikah dengan Rasulullah, Khadijah jatuh miskin, hartanya punah hingga mereka hanya memiliki rumah yang sangat kecil bahkan tidak cukup untuk dijadikan tempat sholat pada saat tidur miring. Dirumah itu pulalah Rasul menghabiskan waktunya untuk tidur,makan, bercanda dan memanjakan istrinya. Apakah Rasul menderita? Tidak. Rasul tetap berkata, "Baiti Jannati". Rumahku adalah surga bagiku.
 
Suatu ketika Khadijah ingin pulang ke Rahmatullah. Lalu pada saat itu Rasul bersedih, lalu Rasul berkata, "Istriku, jangan tinggalkan aku, Islam membutuhkanmu". Khadijah berkata, "Suamiku, aku ingin hidup selamanya ingin membantumu dalam dakwah dan ingin membantu Islam. Namun aku tidak tahan dengan sakitnya mati sakaratul maut ini." Rasul berkata, "Apa yang kau rasakan wahai istriku?"
 
Khadijah berkata, "Sakitnya sakaratul maut ini bagaikan dibenamkan duri dalam tubuhku dan dicabut dengan pelan." Lalu Jibril berkata kepada Khadijah, "Tidakkah engkau ingin hidup?" Lalu Jibril melanjutkan, "Apa lagi yang ingin kau berikan kepada Islam?"
 
Khadijah berkata, "Jibril, hartaku sudah habis, semua kenikmatan duniaku telah punah, andaikan tulang belulangku, andaikan daging-dagingku bisa dijual untuk menghasilkan dinar dan dirham, juallah wahai Jibril dan berikan hasilnya kepada kaum Muslimin!"
 
Sahabat, inilah contoh keimanan Khadijah. Bahkan hingga di akhir hayatnyapun ia tetap ingin membela Islam. Kita sampaikan hikmah yang selanjutnya.
 
Keenam, Khadijah adalah wanita yang siap hidup kaya dan siap hidup miskin. Dahulu ketika Khadijah kaya raya, ia mampu bersikap darmawan dan rendah hati. Namun ketika Khadijah miskin, Khadijah mampu menjadi hamba Allah yang berbesar hati dengan kesederhanaannya. Khadijah mengajarkan kita filosofi hidup di mana manusia harus siap hidup di atas dan siap ketika di bawah. Betapa banyak orang yang siap hidup di atas jatuh dalam kubangan derita ketika di bawah.
 
Ketujuh, Khadijah mengajarkan kita tentang ketabahan dalam hidup. Tabah dari musibah, tabah jika menghadapi kebencian orang lain. Kita tahu bahwa hidup penuh dengan konflik, betapa banyak orang yang tidak mencintai kita, betapa banyak orang yang memfitnah, tidak senang ketika diri kita senang sebagaimana tidak senangnya orang Quraisy kepada Khadijah, namun segenap ketabahan akan menghantarkan kita ke surga.
 
Sungguh, sosok Khadijah sebenanarnya adalah implementasi dari kehidupan masa kini. Jika kita menggali makna filosofis di balik kisah Khadijah.
 
Selamat menggali samudera makna.
 


Berita Lainnya

Index
Galeri