Ada Pasal Santet di RUU KUHP, Begini Penjelasan Menkum HAM

Ada Pasal Santet di RUU KUHP, Begini Penjelasan Menkum HAM

JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly menjelaskan soal adanya 'pasal santet' dalam RKUHP. Menurut Yasonna, pasal itu dimaksudkan untuk menjerat orang yang menawarkan jasa melakukan praktik ilmu hitam untuk mencari keuntungan.

"Jadi gini, masyarakat kita ini kan masih banyak di daerah-daerah yang, kita takut nanti justru disalahgunakan. 'Saya, misalnya, bisa santet orang, mana sini bayarannya. Saya bisa mematikan orang dengan mengirim apa'," kata Yasonna di kantor Kemenkum HAM, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).

Yasonna mengatakan keberadaan pasal itu dimaksudkan agar tidak ada orang yang mencari keuntungan dengan hal-hal yang tidak dibenarkan."Jadi supaya tidak ada penyalahgunaan upaya-upaya dengan mencari keuntungan-keuntungan yang tidak benar," ujarnya.

Tim perumus RKUHP Prof Muladi mengatakan yang dipidana dalam RKUHP bukanlah santet itu sendiri karena sulit dibuktikan. Menurut Prof Muladi, yang bisa dipidana adalah orang yang mencari penghasilan dari perbuatan santet.

"Santet itu sulit dibuktikan, caranya masuk ke perut orang dan lain sebagainya, itu tidak bisa dibuktikan. Tapi yang dipidana adalah orang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib yang bisa mencelakakan orang pakai magic sebagai penghasilan. Itu yang berbahaya. Jadi untuk mencegah terjadinya penipuan, mencegah main hakim sendiri," jelas Prof Muladi.

"Dia menawarkan diri 'saya bisa nyantet orang'. Gendeng Pamungkas pernah bicara itu pakai kartu nama 'saya bisa nyantet orang'. Saya peringatkan, 'Pak Gendeng, nanti kalau KUHP berlaku, kamu kena pidana'," imbuhnya.

Pasal santet termuat dalam Pasal 260 dan masuk paragraf 'Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana'. Pasal 260 ayat tersebut berbunyi:

Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Nah, bila perdukunan itu dijadikan mata pencarian, hukumannya diperberat. Hal itu diatur dalam Pasal 260 ayat 2:

Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per ­tiga).

"Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya," demikian bunyi penjelasan RUU KUHP yang dikutip detikcom, Minggu (1/9).


Berita Lainnya

Index
Galeri