JAKARTA - Perebutan jatah kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang ditinggal Sandiaga Salahuddin Uno belum juga menemukan titik temu antara Gerindra dengan Partai Keadilan Sejahtera. Janji PKS dan Gerinda yang masing-masing akan menyodorkan nama kepada Gubernur Anies Baswedan lalu diserahkan ke DPRD DKI untuk disetujui, belum juga terlaksana.
Persoalan semakin meruncing ketika Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengatakan, memberikan hak sepenuhnya kepada Muhammad Taufik selaku Ketua DPD Gerindra Jakarta.
Karena hal inilah PKS DKI Jakarta mengancam akan mematikan mesin partainya di ibukota terhadap pemenangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 tersebut pada Pilpres 2019. Lantas benarkah hal itu akan terjadi? Berikut pemaparan selengkapnya dari Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid.
Benarkah DPD PKS Jakarta mengancam tidak akan mengkampanyekan pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno karena polemik wagub DKI Jakarta?
Itu bukan ancaman melainkan itu ekspresi kekecewaaan dari kader, terutama di Jakarta. Begini saja, kalau kalian (wartawan) dijanjikan seseorang dan janjinya begitu serius bahkan janji itu sudah lama diungkapkan, terus janji tersebut tidak dilaksanakan segera, terlebih kemudian ada yang menggoreng macam-macam kira-kira kalian kecewa tidak?
Jadi PKS Jakarta kecewa berat nih dengan sikap Prabowo itu?
Jadi kekecewaan itu manusiawi dan kekecawaan dari rekan-rekan itu sudah disampaikan secara manusiawi. Akan tetapi sikap dasarnya tetap bahwa PKS mendukung 2019 Ganti Presiden dan kami punya calon Pak Prabowo dan Pak Sandi. Oleh karena itu persoalan (wagub DKI) juga menjadi persoalan Pak Prabowo.
Jadi kalau memang beliau serius ingin menang (Pilpres 2019) apa sih sulitnya merealisasikan sesuatu yang sudah menjadi komitmen. Artinya kalaupun itu diberikan kewenangan kepada yang berbeda-beda, namun dalam posisi yang tidak selesai.
Maksudnya?
Selesai dalam artian Pak Prabowo telah menyampaikan kepada pimpinan PKS dan kami (PKS dan Gerindra) telah merasakan persahabatan yang lama. Kemudian PKS banyak sekali mengalah untuk kepentingan Gerindra.
Sementara jika di persoalan (wagub DKI) Pak Prabowo tidak membuat keputusan politik untuk memberikan kesempatan kepada PKS menggantikan Pak Sandi di kursi wagub DKI, ya apa sulitnya hal itu dilaksanakan. Sehingga itu dilaksanakan lebih cepat. Kalau seperti itu permasalahannya akan segera selesai dan kami segera fokus untuk pileg dan pilpres.
Sebenarnya komunikasi terakhir antara PKS dan Gerindra sudah sampai mana sih kok bisa persoalan ini jadi terkesan alot untuk diputuskan?
Komunikasi sudah disampaikan oleh Gerindra bahwa tanggal 5 November akan ada pertemuan antara pihak Gerindra dengan PKS. Sedangkan komunikasi saya dengan Pak Sandi juga jalan. Komunikasi saya dengan Pak Fadli Zon, Sekjen Gerindra Pak Ahmad Muzani juga jalan. Bahkan mereka semuanya mengatakan tetap pada komitmen awal.
Apa komitmennya?
Yaitu bahwa wagub pengganti Pak Sandi adalah dari PKS. Seperti itu kata mereka.
Apakah PKS memberikan deadline khusus kepada Gerindra untuk segera merealisasikan komitmennya?
Terserah ya, apakah memang ingin serius menang pilpres atau tidak. Jika memang serius ini bukan ancaman melainkan ini bagian dari komitmen serius atau tidaknya. Kalau kita serius kenapa tidak diselesaikan.
Soal lain. Baru-baru ini terdeteksi ada pesawat asing yang melintasi Kepulauan Riau tanpa flight clearance. Bagaimana Anda melihat itu?
Hal ini yang berkali-kali dibahas Komisi I ya. Yaitu menghendaki agar betul-betul kedaulatan Indonesia itu kedaulatan penuh. Bukan hanya kedaulatan daratnya, bukan hanya kedaulatan lautnya tapi juga kedaulatan udara.
Jadi Anda dan teman-teman di DPR selalu mengingatkan soal kedaulatan negara?
Komisi I DPR terus mengingatkan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri soal isu FIR (flight information region) 1 ini ya. Namun memang ada kendala yang harus dituntaskan sebelum Indonesia bisa mengelola sepenuhnya wilayah udara yang meliputi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, Natuna, Serawak, dan Semenanjung Malaka itu.
Ya memang selalu saja ada latar belakang sejarah, latar belakang hukum kemudian ini tidak selesai-selesai.
Jadi sikap Indonesia harus seperti apa?
Sangat wajar Kementerian Luar Negeri melakukan protes keras dan Kementerian Pertahanan melakukan protes keras. Intinya ketika kemudian pihak Singapura melakukan tindakan yang macam-macam, dalam tanda kutip, entah itu sengaja atau tidak sengaja. Namun yang jelas tidak menghormati kedaulatan udara Indonesia.
Perlukah pemerintah melakukan upaya hukum terhadap negara yang melanggar?
Untuk menuntut ini dalam artian agar tidak diulangi, entah siapa itu yang mengizinkan (melintasi wilayah Indonesia) sehingga terjadi pelanggaran ini maka diberikan sanksi.
Ini juga dalam rangka menjaga hubungan yang baik antara negara ASEAN. Saya kira itu penting untuk dilakukan pihak Indonesia sambil kita terus mengupayakan.
Isu lainnya. Saat ini kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan memasuki hari ke-500, tetapi belum tuntas.
Terus terang kita sangat prihatin ya. Banyak kasus yang polisi bisa langsung mengungkap dan selesai. Kasus Ratna Sarumpaet misalnya. Hanya butuh dua hari (kepolisian) bisa langsungmengungkap seutuhnya. Bahkan sampai rekening bank bisa terambil.