Utang Pemerintah Indonesia Naik Lagi, Total Sudah Tembus Rp4.416 Triliun

Utang Pemerintah Indonesia Naik Lagi, Total Sudah Tembus Rp4.416 Triliun

JAKARTA - Kementerian Keuangan melalui realisasi pelaksanaan APBN 2018 hingga akhir September mencatat total utang pemerintah sebesar Rp 4.416,37 triliun. Jika dibandingkan dengan bulan Agustus 2018, utang pemerintah mengalami kenaikan sebesar Rp 53,18 triliun atau 1,21 persen.

Dari publikasi resmi Kemenkeu dalam dokumen APBN Kinerja dan Fakta (KiTa), tertera jumlah utang pemerintah per akhir Agustus sebesar Rp 4.363,19 triliun.

Adapun jumlah utang akhir September terbagi ke dalam beberapa komponen, dari pinjaman sebesar Rp 823,11 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.593,26 triliun.

Untuk komponen pinjaman, terdiri atas pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Jumlah pinjaman luar negeri akhir September tercatat sebesar Rp 816,73 triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 6,38 triliun.

Sementara untuk SBN, yang berdenominasi rupiah sebesar Rp 2.537,16 triliun dan dari denominasi valas sebesar Rp 1.056,10 triliun. Secara keseluruhan, komposisi utang pemerintah adalah 18,64 persen dari pinjaman, 57,45 persen dari SBN denominasi rupiah, serta 23,91 persen dari SBN denominasi valas.

Dengan begitu, rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) akhir September meningkat jadi 30,47 persen di mana rasio pada akhir Agustus masih 30,31 persen terhadap PDB.

Meski begitu, rasio tersebut disebut masih dalam batas aman. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatur, batas maksimal utang pemerintah adalah 60 persen terhadap PDB.

Sri Mulyani Sebut Pengelolaan Utang Makin Baik

Realisasi pembiayaan anggaran dalam APBN 2018 hingga 30 September 2018 tercatat sebesar Rp 292,8 triliun atau pertumbuhannya minus 25,1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, ini adalah salah satu cerminan pengelolaan APBN dalam hal manajemen utang yang makin membaik karena pertumbuhannya negatif.

"Kalau lihat trennya semakin turun, dari yang pertumbuhannya 32,4 persen pada 30 September 2016 jadi 0,7 persen pada periode yang sama tahun 2017 dan sekarang lebih turun lagi. Ini sejalan dengan upaya untuk mengurangi biaya utang," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Rabu (17/10/2018).

Sri Mulyani menuturkan, pertumbuhan pembiayaan anggaran yang turun dalam dua tahun terakhir ini sejalan dengan penurunan pertumbuhan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

Penerbitan SBN dilakukan pemerintah sebagai instrumen untuk mendapatkan pembiayaan guna mengurangi defisit APBN. Realisasi total SBN neto per 30 September 2018 sebesar Rp 308,8 triliun atau mengalami pertumbuhan yang negatif 19,1 persen.

Dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan SBN neto masih minus 1,8 persen dan per 30 September 2016 pertumbuhannya malah positif 41 persen.

"Kami upayakan agar kinerja pembiayaan anggaran akan lebih rendah lagi pertumbuhannya. Sejauh ini, pembiayaan anggaran sangat baik karena pertumbuhannya negatif," tutur Sri Mulyani.

Dalam konferensi pers, Sri Mulyani belum menyebut beberapa data terkini utang hingga akhir September 2018. Namun, jika merujuk data dari Bank Indonesia (BI), utang luar negeri Indonesia per akhir Agustus 2018 tercatat sebesar 360,7 miliar dollar AS.

Dari angka tersebut, 181,3 miliar dollar AS merupakan utang pemerintah dan bank sentral, sementara 179,4 miliar dollar AS dari utang swasta dan BUMN. Utang luar negeri Indonesia pada periode itu tumbuh 5,14 persen secara tahunan (year on year). Meski begitu, utang luar negeri tersebut disebut relatif stabil dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 5,08 persen.

Pendorong utama pertumbuhan utang luar negeri Indonesia adalah dari peningkatan utang luar negeri swasta di tengah melambatnya pertumbuhan utang luar negeri pemerintah dan bank sentral.


Berita Lainnya

Index
Galeri