Bikin Merinding... Kejadian-kejadian Aneh Ini Mucul Sebelum Gempa dan Tsunami Palu

Bikin Merinding... Kejadian-kejadian Aneh Ini Mucul Sebelum Gempa dan Tsunami Palu

PALU - Gempa yang mengguncang Palu, Donggala, Sigi dan sejumlah wilayah lain dan disertai tsunami itu kini meninggalkan sejumlah kisah. Salah satunya adalah cerita kodisi dan situasi beberapa saat sebelum bumi di wilayah itu seperti digetarkan dengan cukup hebat.

Hal itu diakui Ketua Lembaga Adat Palu, Badri Masyut Yutji (57) yang mengaku mendapat beragam cerita aneh terkait gempa dan tsunami. Salah satunya adalah kondisi langit di atas Kota Palu yang jauh daripada biasanya.

Saat itu, sere hari menjelang gempa, banyak burung-burung beterbangan. Menjadi tidak biasa karena jumlah burung yang menurutnya jutaan. Burung-burung itu, sebutnya, berputar-putar tak tentu arah. “Mereka (burung-burung) itu seperti berkumpul di atas langit kota Palu,” bebernya, Senin (8/10/2018).

Akibat teramat banyaknya burung yang beterbangan tak tentu arah itu, langit saat itu seperti berubah warna. Bukanlagi biru dan putih, melainkan hitam. “Pokoknya sore itu memang langit jadi hitam karena banyak sekali burung beterbangan,” jelasnya.

Selain itu, ia juga mendapat cerita aneh dari salah seorang sopir angkot yang mengaku mengangkut tujuh penumpang aneh, hanya sehari sebelum gempa dan tsunami. Diduga, tujuh orang tua itu berasal dari Kebun Kopi yang oleh warga setempat kerap disebut sebagai Kota Hilang.

Di daerah itu, jelasnya, dipercaya masyarakat merupaka pusat kerajaan jin. “Mereka (jin) beraktivitas layaknya manusia. Tapi tak tampak secara kasat mata,” jelasnya.

Hanya saja, menurut cerita masyarakat yang berkembang, para makhluk halus itu kerap menampakkan dirinya. Akan tetapi, aktivitas penampakan diri itu juga tak bisa dilihat oleh sembarang orang. “Mereka sesekali menampakkan diri dan hanya orang-orang tertentu yang bisa melihatnya,” jelasnya.

Masih menurut Badri, si sopir mengaku cukup aneh dengan penampian tujug orang penumpang yang naik secara bersamaan itu. “Katanya ketujuh orang tua itu berpenampilan aneh. Mereka berdebat sepanjang jalan di dalam angkot,” ujar Badri.

Sayangnya, kata dia, si sopir tak mengetahui persis apa yang sedang diperdebatkan oleh tujuh orang tua tersebut. Pasalnya, selama berdialog, ketujuh orang tua itu menggunakan Bahasa Unde (Bahasa Suku Kaili, penduduk asli Palu).

Selanjutnya, tujuh orang tua itu meminta untuk diturunkan di Jembatan Kuning Palu atau Jembatan Ponulele. Saat itulah, sambungnya, salah satu orang tua itu berujar kepada si sopir angkot.

Yang cukup aneh adalah, orang tua hanya memberikan peringatan tanpa penjelasan apapaun. “Salah seorang dari mereka berpesan kepada si sopir. Katanya, Bo masadia mami komi maile (Nak, besok kalian siap-siap yah),” beber Badri.

Pesan orang tua dalam cerita itu, diakuinya cukup aneh. “Yah, mungkin maksud pesannya itu meminta warga Palu bersiap menghadapi bencana yang maha dahsyat ini,” katanya.


Berita Lainnya

Index
Galeri