Yayasan Amal Khusnul Khotimah Eksploitasi dan Siksa Anak-anak, 6 Fakta Ini Terungkap

Yayasan Amal Khusnul Khotimah Eksploitasi dan Siksa Anak-anak, 6 Fakta Ini Terungkap

BANTEN - Polres Tangerang Selatan, Banten, membongkar penganiyaan terhadap anak-anak oleh Yayasan Khusnul Khotimah Indonesia, yayasan amal yang diduga bodong, di Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Berikut enam fakta yang ditemukan polisi terkait yayasan itu:

1. Eksploitasi anak

Yayasan tersebut mempekerjakan anak-anak sebagai pemungut sumbangan. Dua korban yang ditemukan polisi yakni SA (16) dan GP (16) berangkat dari kampung halaman mereka di Kuningan, Jawa Barat untuk mencari kerja.

"Kepada orangtuanya, kedua anak ini cuma mengaku kerja di Jakarta," kata Kapolres Tangerang Selatan AKBP Ferdy Irawan di Mapolres Tangsel, Selasa (25/9/2018).

Mereka direkrut pengurus yayasan untuk memungut sumbangan. Biasanya, mereka setiap hari diantarkan dan diturunkan pengurus yayasan di titik-titik tertentu.

2. Sekap dan siksa anak

SA dan GP dianiaya dan disekap selama lima hari. Kejadian itu bermula pada 1 September 2018. Saat itu, tersangka atas nama Dedi (25) yang merupakan pengurus yayasan mendapati SA dan GP membawa amplop sumbangan yayasan di kawasan toserba di Panglima Polim, Jakarta Selatan.

Ketika itu, Dedi tengah menurunkan anak-anak pencari sumbangan lainnya. Pengurus yayasan marah karena kedua anak itu sudah tiga bulan tidak melapor dan bekerja lagi untuk yayasan. Kedua anak itu pun dibawa secara paksa ke markas yayasan.

Di sana, GP dan SA disiksa Dedi dan Abdul Rojak (33) selaku pemilik yayasan. Belakangan, diketahui ada satu orang lagi yang jadi korban penyiksaan, yakni DA (21). DA disiksa karena dituduh memberikan amplop yayasan kepada SA dan GP yang sudah tidak bekerja untuk yayasan lagi. Mereka kini tengah menjalani pemulihan trauma.

"Tindakan yang dilakukan tersangka antara lain pemukulan, kemudian melakban mata dan mulut tiga orang korban. Kemudian rambutnya dibotak paksa dengan gunting," kata Ferdy.

Ketiga korban juga disirami air teh, diludahi, dan dipaksa menjilat sepatu. Para korban mengalami luka akibat diinjak dan ditendang kepalanya.

3. Minta uang tebusan

Pada 5 September 2018, orangtua GP mendapat informasi bahwa anaknya ditahan di yayasan itu. Orangtua GP mencoba untuk membawa pulang anaknya. Namun pihak yayasan meminta tebusan sebesar Rp 18 juta.

Tebusan itu untuk menanggung kerugian yang diakui pengurus yayasan saat GP tidak menyetorkan sumbangan ke pengurus yayasan. Karena tak bisa membawa pulang anaknya, orangtua GP melapor ke polisi.

4. Diduga bodong

Yayasan Khusnul Khotimah Indonesia diduga bodong atau ilegal. Pasalnya ketika dimintai surat-surat pendirian, pemiliknya Abdul Rojak tak bisa menunjukkan. Saat menggerebek tempat itu, polisi tak menemukan plang atau tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan yayasan.

Yayasan itu berbentuk sebuah indekos di Jalan Tentara Pelajar, RT/RW 003/001, Parigi Baru, Pondok Aren. "Kami sedang minta ke Kemenkumham untuk statusnya," kata Ferdy.

5. Salahgunakan sumbangan

Selain legalitas yang dipertanyakan, uang sumbangan juga diduga telah disalahgunakan. Per hari, setiap anak setidaknya membawa pulang Rp 300.000. Sebanyak 30 persen untuk upah anak, sementara 70 persennya untuk pengurus yayasan.

"Setelah diinterogasi oleh penyidik, uang tersebut sampai saat ini tidak dapat dipertanggungjawabkan dan digunakan untuk kepentingan pribadi pengurusnya," kata Ferdy.

6. Melibatkan oknum Dishub

Selain Dedi dan Abdul Rojak, ada satu tersangka lagi yakni Haerudin (27) yang berstatus buron. Haerudin diketahui berprofesi sebagai pekerja harian lepas (PHL) Dinas Perhubungan Tangerang Selatan.


Berita Lainnya

Index
Galeri