Tingkatkan Pemahaman tentang Komunikasi Pembangunan

Senin, 17 Oktober 2016 | 09:16:35 WIB
Shela Kusumaningtyas. (Foto: Istimewa)
Oleh: Shela Kusumaningtyas
 
KETIKA sebuah wilayah memasuki era di mana banyak lahir perintis sebuah gerakan perubahan dan turut menyebarkan perubahan itu, maka wilayah tersebut tengah mengembangkan diri dalam usaha pembangunan. Pihak-pihak yang terlibat sebagai perintis itu disebut agen perubahan. Proses perubahan sosial untuk menaikan derajat kualitas hidup seluruh masyarakat tanpa menghancurkan alam dan budaya yang ada di sekitar serta memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat untuk aktif mengarahkan merupakan definisi pembangunan yang dikatakan Dissayanake (1981). 
 
Duncan dan Zaltman memberikan tiga standar minimal bagi mereka yang ingin digolongkan sebagai agen perubahan. Pertama, memenuhi kuaifikasi teknis yang ditetapkan. Kedua, kemampuan administratif yang dimiliki cukup memadai. Terakhir, menguasai cara-cara untuk menjalin hubungan antar pribadi. Bagi Roger dan Shoemaker, agen perubahan itu mampu mengaitkan komunikasi yang berlangsung di berbagai sistem sosial. Katalisator, pemecah masalah, penyambung, dan pembantu proses perubahan merupakan tugas-tugas yang diemban agen perubahan. Peran-peran itu kemudian dipisahkan berdasarkan visibilitas. Peran yang terjalin antara agen perubahan dengan klien yang dilakukan secara sadar dan penuh persiapan adalah jenis peran manifes. Sedangkan peran laten akan tampak tatkala arus bawah sudah mulai mengirimkan sinyal kepada agen untuk bergerak. 
 
Komunikasi dan pembangunan mempengaruhi satu sama lain. Keduanya mempertemukan masyarakat pada sebuah titik perubahan. Para ahli memperbincangkan bahwa komunikasi memegang peranan sentral dalam pembangunan. Everett M. Rogers (1985) mengungkapkan, pembangunan sebagai proses peralihan sistem sosial dan ekonomi yang disepakati bersama. Perubahan itu mendorong kepada terciptanya arus yang baik. Sedangkan komunikasi membawa pengertian sebagai landasan menjalankan perubahan sosial. Komunikasi yang dilakukan diminta mengerti arah perubahan yang tercipta. Gerak pembangunan harus bisa ditangkap komunikasi. 
 
Fokus dari pembangunan ialah keserasian yang terjahit sempurna antara proses kemajuan lahiriah dan batiniah. Komunikasi telah membahas hal itu dalam penjabaran mengenai proses penyampaian pesan yang merangsang orang lain menggeser sikap, pendapat, dan perilaku mereka. Dari hal tersebut dapat dipetik sekurangnya tiga komponen pembangunan, yakni komunikatr pembangunan yang berasal dari aparat pemerintah atau masyarakat, pesan pembangunan yang mengandung ide untuk melaksanakan program, dan komunikan pembangunan yang menjadi target pembangunan seperti masyarakat desa dan kota. Pembangunan yang dijalankan di Indonesia membawa misi untuk juga membangunan manusia Indonesia seutuhnya. Sifat pragmatik secara tegas dijunjung agar inovasi bagi masa kini dan masa depan mudah terlaksana. 
 
Komunikasi mengendalikan sikap dan perilaku manusia Indonesia yang bertindak sebagai pelaku penting pembangunan, sebagai subjek atau objek. Kenyataan yang melanda saat ini adalah masyarakat seringkali gagap terhadap perubahan. Sehingga dibutuhkan komunikasi untuk menaikkan aspirasi yang mendorong masyarakat turun tangan. Kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap norma dan harmonisasi saat masa transisi juga terpecahkan jika masyarakat melakukan komunikasi. Kecenderungan masyarakat berpartisipasi membuat keputusan terwujud karena adanya komunikasi. Komunikasi menyadarkan masyarakat tentang keberadaan mereka. Masyarakat diberi pengetahuan bahwa mereka dianggap penting oleh negara, sehingga mereka mau terjun ke dalam kegiatan politik. Memupuk rasa kebangsaan untuk mempertahankan kearifan lokal juga terbantu adanya komunikasi. Perencanaan dan penerapan program pembangunan masyarakat dapat tersalurkan berkat perantara komunikasi. Komunikasi dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi proses yang berlangsung sendiri.Struktur kekuasaan pada masyarakat tradisional berganti karena komunikasi menyebarkan pengetahuan massa. Masyarakat menyerap informasi bahwa mereka juga boleh menunjukkan andil mereka di masyarakat. Dengan demikian, para pemimpin lebih membuka diri.
 
Pemerintah tidak perlu repot memikirkan rencana pembangunan yang telah disusun. Menurut Rogers (1976), komunikasi menjembatani masyarakat dan pemerintah. Pembangunan yang diidamkan kian mudah terealisasikan. Dengan demikian, pemerintah dituntut meningkatkan pembahaman tentang komunikasi pembangunan. Aktivitas untuk mengedukasi dan memberi semangat kepada masyarakat diutamakan dalam komunikasi pembangunan. Seiring berjalannya waktu, gagasan, sikap dan mental akan tertempel di otak serta keterampilan yang dibutuhkan bisa ditampilkan masyarakat. Quebral (1973) menyatakan, komunikasi pembangunan merupakan komunikasi yang dirancang untuk menjalankan pembangunan suatu negara. Simpulan yang diutarakan Quebral yakni komunikasi pembangunan termasuk inovasi yang disetujui masyarakat. 
 
Penyusunan perecanaan komunikasi pembangunan (development communication) memerlukan kajian ilmiah tentang kondisi-kondisi ideal dan kondisi-kondisi objektif yang berkaitan dengan sumberdaya komunikasi yang relevan dengan kepentingan dan tujuan proses komunikasi (sosialisasi) yang akan dilakukan. Sumber daya komunikasi yang perlu diidentifikasi di antaranya menyangkut unsur-unsur proses komunikasi, mulai dari khalayak sasaran komunikasi atau komunikan (receivers atau communicatee), pesan-pesan yang akan disampaikan (messages), saluaran komunikasi yang akan digunakan (channel atau media), sampai pada sumber atau penyampai pesannya (source atau communicators). Atas dasar kajian analitis terhadap unsur-unsur proses komunikasi tersebut, selanjutnya dapat ditentukan model komunikasi dan strategi komunikasi seperti apa yang perlu digunakan sebagai landasan atau panduan pelaksanaan proses komunikasi yang akan dilakukan.
 
Bentuk komunikasi yang digarap bukan sekadar hal yang remeh-temeh. Strategi yang diputuskan untuk dipakai harus ditinjau supaya pesan dan efek yang dikehendaki dari komunikasi tercapai. Efektivitas komunikasi berpatok pada strategi yang dipakai. Effendy (1993) menjabarkan dua fungsi yang keluar dari pengaplikasian strategi makro. Pertama, hasil yang optimal hanya akan diraih jika terdapat kejelasan sistematik tentang pendistribusian pesan komunikasi yang informatif, persuasif, dan instruktif. Kedua, memfasilitasi penyelasaian kesenjangan yang muncul karena media massa yang masuk dikhawatirkan mengikis nilai-nilai budaya. 
 
Empat strategi komunikasi yang sering dimanfaatkan saat ini dikemukakan Academy Educational Development (1985:Beyond the flipchart: Three decades of development communication. Washington DC). Keempatnya adalah strategi-strategi yang didasarkan pada pada media yang dipakai, strategi-strategi desain instruksional, strategi-strategi partisipasi, dan strategi-strategi pemasaran. 
 
Strategi pertama mengulas tentang bagaimana para komunikator menempatkan diri disesuaikan dengan medium yang mereka gandrungi. Ketenaran strategi ini bukan jaminan keberhasilan karena strategi ini diniai kurang efektif. Strategi ini bisa dimulai dengan mempertanyakan aktivitas apa saja yang dilakoni karena radio dan bagaimana cara televisi mengantarkan pesan. Penelitian itu dikerjakan karena untuk memperkaya pengetahuan tentang media yang terbaik, media yang paling murah, dan media yang paling lihai melempar isu hingga akhirnya menggiring masyarakat untuk ingat dan bertindak sesuai permintaan media. 
 
Strategi kedua yaitu strategi desain instruksional yang lazim ditiru para pendidik. Penekanan yang ada di strategi ini adalah individu sebagai target pokok. Teori belajar formal diadaptasi  dan diperluas untuk meluncurkan bahan belajar. Para perancang instruksiona diklasifikasikan sebagai tipe orang yang berfokus pada rencana dan sistem. Ada identifikasi yang harus diujikan sebelum melangkah ke tahap selanjutnya. Identifikasi awal berupa terjawabnya persoalan tentang tujuan yang akan dicapai, indikator kesuksesan, peserta yang tergabung, sumber-sumber, pendekatan yang digunakan, dan waktu. 
 
Tiga tahapan yang luas dan saling berhubungan membagi kegiatan yang akan mereka lakukan. Perencanaan mutlak dipikirkan. Informasi tentang segala hal yang berkorelasi dengan desain program efektif yang tengah dilalui harus didapat menyeluruh. Tanda tanya yang masih berkutat di pikiran dituntut pemecahannya. Misalnya, pemilihan khalayak utama dari semua populasi, saluran komunikasi yang cocok bagi khalayak, perilaku yang akan didengungkan dalam program, dan sumber-sumber agar program berjalan. Implementasi merupakan tahap berikutnya. Pencerahan tentang sikus yang ada wajib diterangkan. Informasi dasar yang sama dengan suatu pendekatan yang sedikit berbeda melebur dalam setiap putaran. Kemudian evaluasi dipadukan dengan monitoring mengkaji tentang cara mikrokosmik dari khalayak yang disasar mengerti tentang tanda-tanda yang mereka peroleh dari program komunikasi pembangunan tertentu. Selain itu, kendala yang menghadang dan penerimaan petunjuk juga diawasi. 
 
Strategi Partisipasi
 
Strategi ketiga adalah strategi partisipasi. Sinergisitas yang ditumbuhkan antara komunitas dan pribadi diusung strategi ini setiap kali menyelenggarakan kegiatan. Perkara jumlah informasi yang diserap bukan poin penting daam strategi ini. Namun, pengalaman yang direngkuh individu saat mengikuti kegiatan sangat dipacu. Dengan demikian, individu merasakan dirinya dinilai mampu dan sejajar dengan yang lain saat menukarkan pengetahuan dan keterampilan. Model partisipatif melihat orang sebagai pelaku untuk mengendalikan atau peserta untuk pembangunan. Orang-orang akan memiliki penghargaan diri bukan penyusutan diri. Pembangunan dimaksudkan untuk membebaskan diri dan membebaskan orang. Budaya lokal dihormati.
 
Paul menerangkan empat tingkatan yang ada dalam partisipasi, seperti yang dikuti dari Bracht dan Tsourus (1990), yakni:  (1) information sharing. Bagian ini adalah level terendah yang hanya berkutat pada para agen yang menyebarkan informasi dan menyisipkan pesan terhadap informasi yang mereka sampaikan, sehingga orang lain terketuk untuk bertindak sesuai pesan yang ada; (2) concultation. Di tingkat kedua, masyarakat dipersilakan untuk berbagi, bertanya, menyimak, dan bertindak terhadap agen perubahan; (3) decision making. Setiap orang berpotensi dan diberi peluang yang sama untuk bermain dan berperan pada perubahan sosial yang sudah didesain dan siap diimplementasikan; dan (4) initiating action. Hal ini merupakan tingkatan tertinggi dalam partisipasi, di mana pada tingkat ini orang telah berani menentukan sikap dan berinisiatif mengagas perubahan. Pemilihan ini membantu para perencana dan pelaksana para pembangunan, mengetahui partisipasi yang telah dicapai dari suatu program pembangunan.
 
Partisipasi masyarakat didukung semangat kebersamaan untuk memahami dan menyalurkan pikiran, sikap, dan tindakan, lewat solusi yang dipilih. Konsepsi kebersamaan tersebut menentukan tujuan proses komunikasi sehingga semua pihak yang terlibat mempunyai kesempatan mempertukarkan dan merundingkan makna pesan (exchange and negotiation of meaning) menuju keselarasan dan keserasian makna bersama. Pendekatan partisapatoris meneguhkan bahwa masalah yang dijumpai masyarakat merupakan masalah bersama. Ruang publik bebas untuk menggelar diskusi dan dialog terbuka yang membantu masyarakat memperoleh informasi yang merata.
 
Strategi terakhir yakni strategi pemasaran. Saking lumrahnya strategi ini diajukan, maka strategi ini jamak dikenal. Apapun yang bisa dijual entah itu jasa atau barang, akan dijual. Zaman yang terus berkembang justru memperparah kehancuran yang menimpa pendekatan komunikasi. Fungsi dan peran sebagai penyambung kebebasan dan pencerahan dengan masyarakat justru dilupakan pendekatan komunikasi. Pendekatan komunikasi terjebak model komunikasi linier. Terlalu kaku dan tidak dinamis menyebabkan pendekatan komunikasi sulit mendobrak paradigma pembangunan yang terlalu lama mendominasi. Tujuan pembangunan dan komunikasi pembangunan seolah diberlakukan secara berseberangan tanpa adanya keserasian. Hal ini ditanggapi sebagai kenyataan yang membahayakan bagi pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara.
 
Pada tingkat yang lebih diterapkan, beberapa perspektif komunikasi untuk pembangunan bisa diadopsi dan dikejar. Perspektif pertama yakni komunikasi sebagai suatu proses, sering terlihat sebagai metafora di mata masyarakat. Hal ini tidak terbatas pada media atau pesan, tetapi untuk interaksi mereka dalam jaringan hubungan sosial. Dengan ekstensi, penerimaan, evaluasi dan penggunaan pesan media dari sumber apapun berkedudukan sama pentingnya dengan kemampuan mereka memproduksi dan bertransmisi.
 
Perspektif kedua adalah media komunikasi sebagai sistem campuran komunikasi massa dan saluran interpersonal, dengan dampak dan penguatan bersama. Dengan kata lain, media massa tidak harus dilihat secara terpisah dari saluran lainnya.
 
Perspektif lain dari komunikasi dalam proses pembangunan adalah dari lintas sektoral dan kepeduian antar masyarakat. Pandangan ini tidak terbatas pada informasi atau penyiaran yang dilakukan organisasi dan kementerian, tetapi meluas ke semua sektor. Keberhasilan dalam mempengaruhi dan mempertahankan pembangunan tergantung pada sebagian besar kecukupan mekanisme untuk integrasi dan koordinasi.
 
Sebuah perspektif modernisasi direvitalisasi, di mana beberapa kesalahan masa lalu diakui. Upaya yang dilakukan untuk menangani itu melalui cara-seperti baru yang diuraikan dalam multiplisitas pandangan (tetap menegaskan perspektif dominan dalam praktiknya tetapi menjadi semakin lebih sulit untuk mempertahankan teori yang ada). ***
 
 
Shela Kusumaningtyas adalah Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang. Lahir dan menetap di Kendal, Jawa Tengah. Dapat dihubungi via email: shelakusumaningtyas@gmail.com atau kusumacel@gmail.com
 

Terkini