Presidenku, Diriku Sendiri

Kamis, 07 Juli 2016 | 23:10:00 WIB
Ilustrasi.
Oleh: Jufri Hardianto Zulfan
 
Di awal kemerdekaan, pada Tanggal 17 Agustus tahun 1945 suasana kehidupan bernegara terasa begitu hangat, riang gembira dan penuh harapan. Harapan yang muncul dari pemikiran masyarakat yang ingin segera mandiri, kebebasan dalam berusaha, keamanan dalam berumah tangga serta aman dari penjajahan ekonomi yang sering kali berpihak kepada konglomerat.
 
Sayangnya, seiring bertambahnya usia negara ini, semakin terlihat pula kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak memihak kepada masyarakat serta tindakan–tindakan para pejabat yang sering kali menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat bermunculan dewasa ini.
 
Salah satu kebijakan yang dinilai mengkhawatirkan masyarakat itu salah satunya adalah, mudahnya terjadi pergantian menteri dalam kabinet pemerintahan (reshuffle cabinet) Presiden Joko Widodo saat ini.
 
Adanya reshuffle yang terjadi itu mengingatkan kita bahwa sebenarnya dalam pemilihan menteri sebagai salah satu pembantu presiden yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 17 ayat (1) menyatakan, “presiden dibantu oleh menteri-menteri negara," dan dalam ayat (3) juga disebutkan, "setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan."
 
Seharusnya, para menteri yang dipilih memang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang dan penuh tanggung jawab serta memang ahli di bidang yang diamanahkan kepadanya tersebut.  Namun, dalam praktiknya, dengan mudahnya presiden mengganti menteri pilihannya meski usia jabatannya sebagai menteri masih paruh baya atau masih terlalu muda untuk dilakukan reshuffle.
 
Contohnya seperti yang terjadi pada Rabu 8 Agustus 2015 lalu. Beberapa menteri menjadi korban pergantian di "usia" muda tersebut. Berikut nama-nama menteri yang diganti:
 
1. Luhut Binsar Pandjaitan mejadi Menko Polhukam menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno. Luhut adalah kepala Staf Kepresidenan.
 
2. Darmin Nasution Menjadi Menko Perekonomian menggantikan Sofyan Djalil. Darmin adalah mantan Gubernur Bank Indonesia.
 
3. Rizal Ramli menjadi Menteri Kemaritiman menggantikan Indroyono Soesilo. Rizal Ramli adalah mantan Menko Perekonomian pada era Presiden Abdurrahman Wahid.
 
4. Thomas Trikasih Lembong Menjadi Menteri Perdagangan menggantikan Rahmat Gobel. Thomas Trikasih adalah mantan pejabat Badan Penyahatan Perbankan Nasional (BPPN).
 
5. Sofyan Dajlil menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menggantikan Andrinof Chaniago. Sofyan Djalil sebelumnya adalah Koordinator Bidang Perkonomian.
 
6. Pramono Anung menjadi Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto. Pramono adalah Politisi senior PDI Perjuangan. 
 
Merujuk kepada Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 1 ayat 3, “Indonesia adalah Negara hukum”. Artinya, hukumlah yang mengatur perpolitikan. Dominasi hukum harus lebih kuat dari pada politik meskipun kedua aspek tersebut akan terus bergandeng selama ada yang namanya negara.
 
Keresahan yang terjadi adalah, dalam pemilihan para menteri sebaiknya jangan sampai hanya melihat berdasarkan kacamata politik, yaitu melihat dari partai mana, dan sediakah ia untuk taat kepada pemerintah yang pada intinya harus satu payung dan satu paham dengan pemerintah tanpa adanya kritikan untuk pemerintah. 
 
Akhirnya, cara terbaik untuk dapat menerima kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak memuaskan masyarakat tersebut, masyarakat lebih memilih berkesimpulan, “Presidenku ternyata diriku sendiri”. Hal itu dilakukan sebagai langkah konkrit preventive untuk mencegah kekecewaan yang mendalam.
 
Diriku yang berbuat kebijakan, diriku yang menentukan dan diriku yang menerima akibat yang diperbuat. Kepercayaan pada publik figur atau pejabat dan pada pemerintahan hanya membuat risih hati dan resah pemikiran, karena belum jelasnya beberapa tuntutan yang segera diinginkan masyarakat.
 
Sementara pemerintah masih saja dililit dengan pergantian-pergantian pejabat, padahal pengaplikasian kebijakan, visi dan misi pemerintahan yang baru, kebijakan baik yang telah terprogram yang harus segara dilakukan dan diantaranya yang wajib segera diakukan pemerintahan adalah:
 
1. Perekonomian (pendapatan masyarakat, termasuk mengenai lowongan pekerjaan).
 
2. Pendidikan (termasuk biaya pendidikan yang mahal sementara anggaran untuk pendidikan dari UUD 1945 sangtalah besar yaitu 20 % dari jumlah anggaran Negara).
 
3. Kesehatan (meskipun telah adanya Kartu Indonesia Sehat dan BPJS masih belum mampu untuk memperbaiki keadaan masyarakat yang memang secara total jumlah warga Indonesia sangatlah banyak).
 
Membaca dari keadaan di atas, "Presidenku adalah diriku sendiri" adalah bentuk supremasi dari dalam diri masyarakat Indonesia yang percaya lebih baik menggantungkan pada diri sendiri dari pada kepada orang lain, memimpin diri sendiri itu lebih penting. *   
 
 
Jufri Hardianto Zulfan, mahasiswa syariah dan Hukum UIN Suska Riau.
 

Terkini