Sambut Pilkada 2017, 12 Poin UU Segera Direvisi

Ahad, 13 Maret 2016 | 03:17:33 WIB
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo.
JAKARTA - Menyambut Pilkada 2017 mendatang, DPR agendakan untuk membahas 12 poin di dalam revisi UU Nomor 8/2015 tentang Pilkada. Revisi 12 poin yang direncanakan dimulai April mendatang ini ditargetkan tuntas hingga Agustus mendatang.
 
Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, setelah revisi ini dioptimalkan diharapkan pelaksanaan pilkada serentak 2017 bisa menerapkan acuan payung hukum baru di UU itu. "April mulai dibahas. Ada 12 poin revisinya," kata Tjahjo di Jakarta, Jumat (11/3/2016).
 
Tjahjo mengaku sudah melakukan komunikasi dengan pihak Istana dalam hal ini Presiden Joko Widodo perihal revisi UU Pilkada.  Ada beberapa poin dari revisi ini yang harus diharmonisasi bersama DPR.
 
Ada 12 hal yang menjadi perhatian Pemerintah dalam rencana perubahan perturan tersebut. Pertama adalah subtansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak 6 poin sebagai isu strategis. Seperti, kewajiban PNS, anggota dewan untuk mundur pada penetapan pasangan calon. Ketentuan soal narapidana maju sebagai pasangan calon.
 
Lalu, penghapusan syarat tidak memiliki konflik, kepentingan dengan petahana. Penyesuaian norma tentang pasangan calon tunggal. Dan penyesuaian norma tentang syarat dukungan calon perseorangan dari jumlah penduduk menjadi DPT pemilu sebelumnya.
 
Kemudian, soal penegakan hukum pelanggaran kampanye, pengertian petahana, upaya peningkatan partisipasi pemilih, sanksi bagi parpol atau gabungan parpol yang tidak mengusulkan pasangan calon, dan waktu pelantikan. "Revisi ini juga mengatur soal sanksi pidana bagi pelaku politik uang," ungkapnya.
 
Tjahjo menyebutkan, soal pendanaan Pilkada harus dianggarkan dengan jelas. Apakah APBD, APBN atau 50:50. Jumlah anggaran yang dihibahkan dan waktu penetapan APBD yang berbeda-beda mempengaruhi kelancaran anggaran Pilkada. Selain itu adalah masalah penyesuaian waktu penyelesaian sengketa dan proses Pilkada.
 
Lalu, prosedur pengisian jabatan kepala daerah, wakil kepala daerah yang diberhentikan. Terakhir, penegasan soal waktu pemungutan suara. "Hal ini penting karena terkait juga perhitungan gaji serta kompensasi bagi kepala daerah bila masa jabatannya kurang dari 60 bulan," tukas mantan Sekjen PDIP itu. (max/jpnn)
 

Terkini