Pemerintah Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Beda Kelas Beda Kenaikan

Pemerintah Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Beda Kelas Beda Kenaikan

JAKARTA - Pemerintah memastikan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan akan berbeda-beda di setiap kelas. Perbedaan nominal kenaikan untuk masing-masing kelas akan ditentukan sesuai hasil hitung-hitungan pemerintah beserta evaluasinya.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menegaskan kenaikan iuran berlaku untuk seluruh kelas, termasuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau mereka yang ditanggung negara. 

Namun, persentase atau nominal kenaikan iuran akan mengacu, antara lain jumlah peserta di masing-masing kelas, dan status peserta, misalnya PNS atau karyawan swasta. 

"Tidak (sama per kelas), ini demi keadilan, nanti semua kelas harus ditinjau ulang. Nanti kami lihat efeknya, PBI seperti apa, non PBI seperti apa," tutur Mardiasmo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Kemudian, persentase dan nominal final tarif iuran juga akan ditentukan oleh hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dikeluarkan pada akhir Agustus. 

Audit BPKP, sambung dia, akan berisi soal perubahan kelas rumah sakit, posisi defisit keuangan BPJS Kesehatan per semester I 2019, proyeksi defisit sampai akhir tahun, hingga sumber dana yang bisa didapat dari berbagai bauran kebijakan dalam rangka menutup defisit. 

Bila hasil audit sudah keluar, barulah pemerintah bisa menghitung berapa sisa defisit yang bisa ditutup dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Begitu pula dengan sisa defisit yang bisa ditutup dari kebijakan kenaikan tarif iuran kepada peserta BPJS Kesehatan. 

"Biar kami tahu berapa dana selain kenaikan tarif yang bisa diterima, termasuk dari pajak rokok, sinergi dengan BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, dan BPJS Kesehatan itu sendiri. Jadi berapa dapatnya, terus defisit yang reasonable (masuk akal), dan berapa kenaikan tarifnya," jelas Mardiasmo.

Tak ketinggalan, pemerintah pusat juga akan mempertimbangkan berapa kemampuan penutupan defisit dari pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Setelah itu, pemerintah akan menuangkan perhitungan itu ke dalam beberapa opsi bauran kebijakan. 

Mardiasmo menambahkan perhitungan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan juga akan mempertimbangkan kemampuan peserta di masa yang akan datang. Setidaknya, dalam kurun waktu satu sampai dua tahun ke depan. 

"Jangan sampai kami naikkan tapi masih defisit. Jangan sampai kenaikannya terlalu besar, tapi nanti tidak digunakan. Kami harus hati-hati, soalnya ke depan harus ada kenaikan kan," terangnya. 

Di sisi lain, ia memberi sinyal bahwa finalisasi perhitungan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan baru akan dilakukan pada bulan depan. Sebab, hasil audit dari BPKP baru keluar pada akhir bulan ini.

Lalu, hasil audit itu harus dibahas oleh internal Kementerian Keuangan di bawah pimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Setelah itu, dikonsultasikan ke Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. 

Bila sudah final di tingkat menteri, baru diajukan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Kami berusaha secepat mungkin," tandasnya. 

Persoalan defisit keuangan di tubuh perusahaan sudah terjadi sejak peralihan PT Asuransi Kesehatan (Persero) alias Askes menjadi BPJS Kesehatan pada 2014 lalu. Pada tahun ini, BPJS Kesehatan diproyeksi defisit Rp28 triliun.


Berita Lainnya

Index
Galeri