Kenapa Malah Banyak Lulusan SMK yang Jadi Pengangguran?

Kenapa Malah Banyak Lulusan SMK yang Jadi Pengangguran?

JAKARTA - Jumlah tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia memang turun menjadi 7,001 juta. Namun yang masih menjadi masalah kebanyakan dari pengangguran itu merupakan lulusan SMK yang sejatinya dipersiapkan untuk langsung bekerja. Lalu apa yang salah dengan para lulusan SMK di Indonesia?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan, angka TPT dari SMK dalam tren positif. tahun lalu TPT yang berasal dari SMK sebesar 11,41%, sementara tahun ini menjadi 11,24%.  "Jadi sebenarnya pengangguran di SMK turun, meskipun porsinya masih tinggi," ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Gedung Bappenas, Jakarta, Kamis (8/11/2018).

Menurut Muhadjir, masih banyaknya TPT lulusan SMK lantaran lulusan yang ada saat ini belum tersentuh upaya revitalisasi SMK yang dilakukan pemerintah. Revitalisasi SMK baru dilakukan pada awal 2017 setelah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) dikeluarkan pada 9 September 2016. "Jadi lulusan SMK yang sekarang belum dapat sentuhan revitalisasi. Saya yakin lulusan SMK 3-4 tahun ke depan di posisi yang tepat dan akan meningkat kualitasnya," tambahnya.

Sebelum adanya upaya revitalisasi itu, kata Muhadjir, kondisi pendidikan SMK memang jauh dari kata sempurna. Bisa dilihat dari total SMK di Indonesia yang sekitar 14.000 SMK, hanya sekitar 3.500 yang merupakan SMK negeri, sisanya SMK swasta. Sayangnya jumlah siswa SMK negeri jauh lebih banyak. Berbanding terbalik dengan SMK swasta yang sepi peminat. Hal itu menunjukan juga kualitas dari pendidikan SMK swasta tersebut.

Dari sisi para pendidik atau guru juga masih kurang baik. Di SMK sendiri ada 3 jenis guru yakni guru adaptif yang mengajarkan mata pelajaran murni seperti biologi, kimia dan lain sebagainya. Kemudian ada guru normatif yang mengajarkan pendidikan seperti agama, PKN ataupun bahasa Indonesia. Ketiga guru produktif yang mengajarkan tentang keahlian khusus sesuai bidangnya. "Sayangnya waktu saya masuk jadi menteri, jumlah guru produktif hanya 37%. Bahkan ada SMK yang guru normatifnya lebih banyak," tambahnya.

Selain itu menurutnya saat ini guru produktif masih banyak yang belum sesuai ketrampilannya. Oleh akrena itu salah satu upaya dalam revitalisasi SMK guru produjtif akan diambil dari para pekerja yang sesuai dengan jurusannya. "Mislanya sekokah kelautan itu sebenarnya cocoknya gurunya pelaut. Pelaut itu biasanya 45 tahun tidak mau melaut lagi, nah dia bisa jadi guru," terangnya.


Berita Lainnya

Index
Galeri