Tak Ikuti Langkah Malaysia, Indonesia Masih Pertahankan Hukuman Mati

Tak Ikuti Langkah Malaysia, Indonesia Masih Pertahankan Hukuman Mati

JAKARTA - Lantaran masih bertekad memerangi peredaran narkotika, Jaksa Agung Mohammad Prasetyo menyatakan Indonesia masih mempertahankan hukuman mati.

Hal itu dikatakannya saat ditanya soal rencana penghapusan hukuman mati oleh Malaysia lewat perubahan perundangannya. Negeri jiran beralasan bahwa hukuman jenis ini banyak diprotes oleh pegiat HAM.

"Waktu kami ketemu Jaksa Agung Rusia, mereka sempat menanyakan masalah [hukuman mati] itu. Saya bilang kita masih menerapkan hukuman mati. Mereka sangat setuju [hukuman mati]," kata Prasetyo, di kantor Kejagung, Jakarta, Jumat (12/10/2018).

"Hanya, mereka [Rusia] terikat pada aturan wilayah [Uni] Eropa, sehingga 19 tahun lalu [hukuman mati] mereka hentikan," ia menambahkan.

Kejagung pun, lanjutnya, sudah menuntut tujuh terdakwa kasus narkotika dengan tuntutan pidana hukuman mati. "Hari ini ada ada tujuh [orang] didakwa perkara narkoba dan kita nilai sebagai jaringan aliran narkoba dan kita tuntut pidana mati," cetus dia.

Pihaknya tetap bertekad melanjutkan hukuman ini karena banyaknya korban penyalahgunaan narkotika. "Bagaimana [jika] adikmu terlibat jaringan narkoba, atau kalau saudara kita atau orang yang dekat menjadi korban? Itu yang menjadi konsen kita," kata Prasetyo.

Tentang eksekusi mati jilid berikutnya, Jaksa Agung menyebut itu hanya masalah waktu. "Jadi tinggal tunggu waktu, pada saatnya kita akan eksekusi," akunya.

Diketahui, Kejaksaan Agung telah menggelar tiga kali eksekusi mati saat di bawah kepemimpinan Prasetyo. Eksekusi mati gelombang pertama berlangsung pada 18 Januari 2015 dengan total enam terpidana mati.

Pada gelombang kedua, Kejaksaan Agung mengeksekusi delapan terpidana mati, 29 April 2015. Pelaksanaan eksekusi jilid ketiga dilakukan pada 29 Juli 2016 dengan total empat terpidana yang dieksekusi mati.


Berita Lainnya

Index
Galeri