MERANTI - Kepolisian Resor (Polres) Kepulauan Meranti kembali mengungkap dua kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menyebabkan 1,5 hektare lahan terbakar. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa ini.
Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Aldi Alfa Faroqi, mengatakan penindakan tersebut merupakan bentuk komitmen jajarannya dalam menindak tegas pelaku pembakaran lahan.
“Penangkapan dua tersangka ini menunjukkan keseriusan kami dalam menangani kasus karhutla. Kami berharap hal ini memberi efek jera dan menjadi pelajaran bagi masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara dibakar,” ujar AKBP Aldi, Jumat (1/8/2025).
Ia menambahkan, pihaknya juga terus menggencarkan upaya pencegahan dengan memasang spanduk imbauan serta melakukan patroli dialogis door to door untuk membangun kesadaran masyarakat.
“Penegakan hukum adalah langkah terakhir. Kami lebih mengedepankan edukasi agar masyarakat memahami risiko hukum dari membakar lahan,” tegasnya.
Kasus pertama terjadi pada Rabu (9/7) di Jalan Wanawijaya, Desa Tanjung Medang, Kecamatan Rangsang. Tersangka berinisial HR ditangkap pada 24 Juli setelah diketahui membakar tumpukan semak dan pelepah kelapa kering sekitar pukul 11.00 WIB, lalu meninggalkan lokasi. Akibatnya, api menjalar dan membakar lahan seluas 0,5 hektare.
Barang bukti yang diamankan berupa satu bilah parang, satu mancis, pelepah kelapa, dan rumput yang terbakar.
Sementara itu, kasus kedua terjadi pada Selasa (29/7) di Desa Tenan, Kecamatan Tebing Tinggi Barat. Tersangka Su alias H diduga membakar lahannya sendiri, yang kemudian menyebabkan kebakaran seluas 1 hektare. Api diketahui warga setelah terdengar suara letusan, dan berhasil dipadamkan sekitar pukul 21.00 WIB.
Barang bukti yang diamankan di lokasi meliputi dua buah parang, satu mancis, kayu bekas terbakar, dan beberapa bibit tanaman. Tersangka Su ditangkap dan diperiksa pada 31 Juli di Mapolres Kepulauan Meranti.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 78 Ayat (4) jo Pasal 50 Ayat (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 187 atau Pasal 188 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.