PEKANBARU - Kepolisian Daerah (Polda) Riau bersama jajaran TNI, pemerintah daerah, sektor swasta, dan relawan masyarakat terus memperkuat kolaborasi dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Riau.
Dalam apel kesiapsiagaan penanganan karhutla yang digelar di Kota Dumai, Sabtu (19/7/2025), ratusan personel lintas instansi dikerahkan guna memastikan respons cepat terhadap potensi kebakaran.
Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Anom Karibianto menjelaskan pentingnya membedakan antara hotspot dan firespot dalam proses pemantauan kebakaran.
"Hotspot adalah titik panas yang terdeteksi satelit, namun tidak semua hotspot menandakan adanya kebakaran. Oleh karena itu, dilakukan verifikasi lapangan oleh tim gabungan dari TNI, Polri, Masyarakat Peduli Api (MPA), BPBD, hingga sektor swasta untuk memastikan apakah titik tersebut merupakan kebakaran aktual (firespot)," ungkap Anom.
Apel di Dumai diikuti oleh berbagai unsur, di antaranya TNI sebanyak 145 personel, Sat Brimobda 162 personel, gabungan Polres Rohil dan Polsek 200 personel, Damkar Pemkot Dumai 8 personel, serta perwakilan dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) 10 personel. Turut hadir pula DLHK 22 personel, Satpol PP 25 personel, MPA 20 personel, dan PT RUJ 10 personel.
"Kolaborasi ini menunjukkan bahwa penanganan karhutla adalah tanggung jawab bersama. BPBD sebagai leading sector didukung penuh oleh TNI-Polri, Damkar, pihak swasta, dan relawan masyarakat," ujarnya.
Anom juga menegaskan komitmen Polda Riau dalam menindak pelaku pembakar lahan. Hingga pertengahan Juli 2025, pihaknya telah menangani 21 kasus karhutla dengan menetapkan 26 tersangka, termasuk tambahan dari wilayah Kampar.
“Penegakan hukum akan lebih tegas, terutama jika kebakaran terjadi saat status darurat bencana ditetapkan. Pelaku bisa dikenai pemberatan hukuman,” tegas Anom.
Ia turut mengimbau masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar. Edukasi dan literasi lingkungan, menurutnya, harus ditingkatkan agar masyarakat memahami risiko kesehatan, kerugian ekonomi, dan dampak ekologis dari karhutla.
“Nama baik Riau dipertaruhkan. Riau ini kaya dan bertuah, tetapi jika tidak dijaga, bisa berubah menjadi bencana besar,” ucapnya.
Masyarakat juga diajak aktif melapor jika menemukan titik api atau asap melalui layanan darurat 110, call center BPBD, maupun kanal pelaporan publik Polda Riau.
“Semakin cepat dilaporkan, semakin cepat ditangani. Ini kerja kolektif,” tambahnya.
Hingga hari ini, Anom menyebutkan bahwa Polda Riau dan mitra kerja telah berhasil menurunkan jumlah hotspot dari 1.403 menjadi 790 titik, dan firespot dari 614 menjadi hanya 27 titik di seluruh Riau.
Berdasarkan data dari sistem pemantauan satelit Sipongi KLHK, NASA FIRMS, dan Dashboard Lancang Kuning, Riau saat ini kembali memasuki periode rawan kebakaran. Kondisi cuaca panas dan curah hujan yang minim menyebabkan lahan, khususnya gambut, menjadi sangat mudah terbakar.
Beberapa daerah yang menjadi perhatian khusus dalam penanganan karhutla antara lain Kabupaten Rokan Hilir, Siak, Bengkalis, dan Kota Dumai.