PEKANBARU - Upaya konservasi Harimau Sumatera kembali membuahkan hasil menggembirakan. Dua anak Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) lahir di Lembaga Konservasi Umum Taman Marga Satwa Budaya Kinantan (TMSBK), Bukittinggi, Sumatera Barat. Kelahiran ini menjadi penanda keberhasilan pelestarian satwa endemik Indonesia yang kini terancam punah.
Anak harimau pertama lahir pada 28 Desember 2024 dan diberi nama Banun. Selanjutnya, sepasang anak harimau kembali lahir pada 3 Mei 2025. Dalam kunjungan resmi Menteri Kehutanan RI Raja Juli Antoni dan Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Hediati Soeharto, kedua anak harimau tersebut secara simbolis diberi nama Lestari dan Rizki.
Ketiganya merupakan hasil dari pasangan harimau jantan Bujang Mandeh dan betina Mantagi. Bujang Mandeh merupakan harimau hasil penyelamatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat dari jerat pemburu liar di kawasan Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan.
Akibat luka serius pada kaki kanannya, Bujang Mandeh harus menjalani amputasi. Sementara Mantagi adalah harimau betina kelahiran TMSBK dari pasangan Bancah dan Dara Jingga, yang juga hasil program konservasi jangka panjang.
Dengan kelahiran Lestari dan Rizki, populasi Harimau Sumatera di TMSBK kini berjumlah 11 individu. TMSBK menjadi salah satu lembaga konservasi penting di Pulau Sumatera dalam upaya pelestarian spesies yang diklasifikasikan sebagai Kritis (Critically Endangered) oleh IUCN.
TMSBK merupakan mitra konservasi dari BKSDA Sumatera Barat dan Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian Kehutanan, yang melakukan pengawasan dan pendampingan teknis dalam pelaksanaan program konservasi.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyambut baik kabar kelahiran ini.
“Ini bukan hanya kebahagiaan bagi Bukittinggi, tapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia yang mencintai alam dan keanekaragaman hayatinya,” ujarnya.
Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Hediati Soeharto juga menyampaikan apresiasi dan dukungannya. “Semoga kelahiran ini menambah semangat kita semua dalam menjaga dan merawat satwa kebanggaan bangsa,” katanya.
Kelahiran ini menjadi bukti bahwa kerja konservasi membutuhkan komitmen jangka panjang, sinergi antar lembaga, dan dukungan berkelanjutan dari seluruh pemangku kepentingan.