Pemerintah Kembali Pede Kejar Target Proyek Listrik 35 Ribu MW

Pemerintah Kembali Pede Kejar Target Proyek Listrik 35 Ribu MW
Ilustrasi.
JAKARTA - Pemerintah mengembalikan target penyelesaian proyek listrik 35 ribu Megawatt (MW) di tahun 2019, setelah sebelumnya hanya menyanggupi 19.763 MW atau 55,47 persen dari target yang ditetapkan.
 
Rinaldy Dalimi, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari Unsur Pemangku Kepentingan mengatakan, keputusan itu diambil setelah dilakukan sidang anggota DEN ke-20. Ia mengatakan, kembalinya angka target itu dilakukan agar Indonesia bisa memiliki pembangkit berkapasitas total 114 Gigawatt (GW) dalam 8 tahun mendatang.
 
Jika target ini tak diselesaikan di tahun 2019, maka capaian itu diharapkan tak bisa tercapai pada 2025. "Memang, sebelumnya saat sidang anggota DEN ini targetnya dievaluasi. Tetapi berdasarkan sidang terbaru kami, tidak boleh ada pengurangan target. Kalau pengurangan, ya target 2025 tak tercapai," ujar Rinaldy, Senin (23/1).
 
Lebih lanjut ia menyebut, pertumbuhan ekonomi akan terganggu jika suplai listrik tidak sesuai dengan jadwal. Karena menurutnya, dengan pasokan listrik yang lebih banyak, itu bisa membantu pertumbuhan industri, utamanya yang berada di luar Jawa.
 
"Maka dari itu, pemerintah dan DEN meminta PT PLN (Persero) melakukan langkah strategis demi mempercepat hal ini," terangnya.
 
Salah satu langkah percepatan tersebut, lanjut Rinaldy, adalah meminta PLN mengurangi periode antara kewajiban pembiayaan (financial closing) dengan selesainya konstruksi pembangkit dari posisi saat ini selama tiga tahun. Menurutnya, pembangunan bisa berjalan signifikan jika pemerintah bisa menanggulangi masalah pembebasan lahan. 
 
"Yang selama ini kami temukan, masalah finansial memang menghambat proyek pembangkit. Namun, pembebasan lahan adalah faktor utama. Ini perlu diakomodasi dengan baik," lanjutnya.
 
Melengkapi ucapan Rinaldy, Anggota DEN Syamsir Abduh mengatakan, lebih baik bagi pemerintah untuk kelebihan suplai listrik dibanding kekurangan persediaan. 
 
Menurutnya, biaya yang harus ditanggung PLN untuk membayar kelebihan listrik (take or pay) pasti akan lebih kecil dibanding menyediakan pembangkit pembantu seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) terapung.
 
Namun menurutnya, angka take or pay bisa diminalisasi setelah PLN mengatakan bahwa kemajuan 35 ribu MW masih sesuai dengan periode pelaksanaanya. "Program 35 ribu MW ini masih sesuai dengan kurva S-nya, jadi artinya masih positif. Megaproyek ini bukan sekadar target, namun kewajiban pemerintah," jelasnya.
 
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada kuartal III 2016, pembangkit yang telah beroperasi dari megaproyek ini baru sebesar 164 MW atau 0,46 persen dari target 2019 sebesar 35.627 MW.
 
Sementara itu, terdapat pembangkit dengan kapasitas 17.492 MW yang telah memasuki masa perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dan 18.135 MW yang belum memasuki masa PPA. (ade/cnn)
 


Berita Lainnya

Index
Galeri